Mr. Problem (sebutan bagi masalah) merupakan sesuatu
yang tentunya banyak orang yang ingin menghindarinya bahkan inginnya jauuuuh
darinya. Tapi yaaah~ mau gimana lagi? Ia-kan merupakan salah satu sahabat kita
yang paling setia menemani kita higga kita mati (bahkan di dalam kematian pun
ia masih bisa menemani kita!?). Tatkala masalah meruncing, kegembiraan
berkurang. Tatkala hidup sedang rumit atau terjepit, keriangan hati menghilang.
Kemudian, tatkala musibah menerpa, reaksi negative orang pun bermacam-macam. Yang tak sabaran kerap melampiaskan kemarahan, yang
melankolis suka berendam dalam kemurungan. Saat tertimpa musibah, pikiran kita
sering disibuki oleh kegiatan mengambinghitamkan keadaan, diri sendiri atau
orang lain. Laju detik dan menit terasa menghimpit. Rongga dada sesak, tengkuk
terasa kaku seperti kayu, tapi tenaga lekas lemas terkuras.
Musibah
itu ada tiga jenis: (1) Hukuman atas dosa dan maksiat, ciri-cirinya si penerima
terus mengeluh; (2) Penghapusan dosa, ciri-cirinya si penerima bersabar; (3)
Pengangkatan derajat, ciri-cirinya si penerima ridha ... merasa sedang di uji
dan dipilih Allah SWT
-Syekh Abdul Qadir Jailani-
Kita semua
tahu, untuk naik kelas, seorang siswa harus lulus ujian. Supaya cepat naik jabatan,
seorang karyawan mesti mengantongi sederet prestasi. Begitupun sebagai hamba
Allah. Agar menempati posisi istimewa di sisi-Nya, kita harus lulus dalam
menjalani aneka ujian kehidupan.
Ruang
ujian Allah pada hamba-Nya terdiri atas empat perkara: (1) diri, yakni raga dan
nyawa; (2) harta; (3) kehormatan; serta (4) keluarga atau orang yang dicintai.
Pada keempat hal inilah Allah menurunkan rupa-rupa derita yang tak diingini
manusia, seperti: sakit, sekarat, belenggu kemiskinan, kondisi keterhinaan, rasa
kehilangan dll. Supaya derajat kehambaan kita meningkat, kita harus senantiasa
sadar bahwa tatkala derita atau kesulitan menerpa, Allah sesungguhnya sedang
menguji keimanan kita. Allah sedang menilai kualitas penghambaan Anda pada-Nya.
Saudara-saudaraku
yang baik hatinya. Pegangi dan yakini dengan sepenuh hati kaidah-kaidah berikut
ini, niscaya engkau tangguh dalam melintasi kesulitan hidup:
1.
Keadaan
pasti berubah, berpindah dan berganti. Allah menakdirkan berpasang-pasang hal
yang saling berlawanan. Tiap pasang mempunyai batas masing-masing. Tatkala
salah satu telah sampai pada batasnya, ia akan berubah menjadi kebalikannya.Kaidah pergiliran / pergantian ini menurut Ibnu Qayim berlaku pada pasangan
‘siang-malam’, ‘tanam-panen’, ‘sehat-sakit’, ‘kaya-miskin’, ‘lapang-sempit’,
‘senang-sedih’, ‘jumpa-pisah’, ‘cinta-benci’, ‘mulia-hina’,
‘menang-kalah’,’gagal-sukses’, dll.
Hikmah yang dapat kita petik dari kaidah pertama ini
adalah bahwa tiada kesempitan abadi di dunia ini. Cepat atau lambat, kesempitan
pasti berganti menjadi kelapangan. Kesulitan pasti berubah jadi kemudahan.
Itulah kehendak Allah Sang Mahatahu. Inilah kebenaran sederhana yang mudah
diterima nalar. Sungguh menyedihkan bila ada orang yang meyakini bahwa keadaan
sedih, sulit, sakit, hina, kalah, atau gagal bersifat abadi di dunia ini!
2.
Semua
musibah pada mulanya terasa besar, tetapi pada akhirnya pasti mengecil.
Kepanikan tak mungkin berlangsung lama. Benturan dan tekanan terasa berat hanya
pada awalnya saja. Segala masalah pasti mengerut, mengecil, dan akhirnya
menghilang. Kita harus sabar menghadapi benturan pertama supaya beroleh pahala.
Sabar pada benturan merupakan ciri khas orang mulia.
Saat tertimpa kesulitan hidup, kita tak boleh beranggapan
bahwa kita akan menderita seterusnya. Musibah itu laksana tamu. Ia pasti
meninggalkan kita. Cepat atau lambat, ia akan menjauh, hingga akhirnya
menghilang dari keseharian kita. Musibah tak akan menghabisi kita laksana maut.
Musibah diturunkan Allah untuk tujuan menyucikan , menguji, memberi pelajaran, atau
menghapus dosa-dosa kita.
3.
Tanpa ada
musibah, kita tidak akan tahu nilai sebuah nikmat, ketenangan, dan kesehatan.
Saat tertimpa musibah, kita baru sadar betapa bernilai dan indahnya suatu
nikmat.
Saat terbentur musibah, kita jadi mengingat hari-hari
yang menyenangkan dan saat-saat yang menggembirakan. Kemudian, tatkala benturan
musibah itu berlalu kita jadi lebih menghargai nikmat yang pernah kita terima,
mensyukurinya, dan berusaha mengikatnya dengan bertekad untuk lebih taat kepada
Allah SWT.
4.
Beban
suatu musibah sedikit demi sedikit pasti berkurang dan lama-lama akan
menghilang. Begitulah ketentuan yang digariskan Tuhan. Masalahnya, orang sering
kali tak sadar bahwa musibahnya telah berlalu ... bahwa dirinya telah kembali
ke kondisi normal. Sebagian orang malah berupaya menghidup-hidupkan beban
musibah yang telah dilaluinya.
5.
Semua
peristiwa terjadi atas pilihan Allah. Setiap kebaikan atau keburukan yang
diturunkan Allah kepada seorang muslim adalah pilihan terbaik baginya. Musibah
yang menimpa seorang hamba pun merupakan kebaikan baginya. Kenapa? Karena di
balik setiap ujian, ada hikmah dan rahasia kebaikan. Bukan tugas kita untuk
mengungkap rahasia di balik musibah yang sedang kita alami. Tugas kita hanyalah
menerima musibah itu dan berserah diri kepada Allah. Lantas, agar hati kita tak
gundah saat menghadapi masalah atau musibah, kita perlu memegangi prinsip
berikut ini:”Apa yang dianggap baik oleh manusia belum tentu baik baginya, dan
apa yang dianggap buruk oleh manusia belum tentu buruk baginya. Sungguh Allah
yang lebih tahu.”
6.
Tatkala
musibah telah mencapai puncaknya, saat itulah giliran kemudahan dan kelapangan
tiba. Jika kesulitan telah mencapai puncaknya, jalan keluar pasti datang.
Itulah aturan yang sudah Allah gariskan untuk alam. Sesuatu yang telah mencapai
kesempurnaan akan kembali menjadi kekurangan lalu berujung pada kepunahan.
7.
Tatkala
seorang hamba merasa segala upayanya telah menemui jalan buntu, saat itulah
giliran kelapangan dan kegembiraan tiba. Ketika seorang hamba sudah tidak punya
harapan lagi kepada sesama manusia, harapan kepada Allah akan timbul dihatinya.
Itulah fitrah manusia. Jika sudah sampai pada tahap demikian, maka yang harus
dia lakukan adalah kembali kepada Allah, bersujud sepenuh hati, seraya mengakui
segala kekurangan dan ketidakmampuan, lalu memanjatkan harapan dan permohonan.
Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba yang berharap kepada-Nya. Inilah sunah
yang tak akan pernah berubah, sampai kapan pun. Hanya saja, satu hal yang perlu
kita ingat, sunah ini tidak berlaku bagi hamba yang masih menyekutukan-Nya.
Sumber:
-
Suara granada, Edisi 004/II/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih sudah membaca tulisan Jay yang sederhana, dan unik ini~^^
Semoga bermanfaat yah~
Silahkan tinggalkan jejak kemuliaan kawan-kawan sekalian dengan mengisi kolom komentar ini.
Salam Inspirasi~^0^