Jumat, 17 Februari 2012

TUJUH KAIDAH DI BALIK MUSIBAH


      Mr. Problem (sebutan bagi masalah) merupakan sesuatu yang tentunya banyak orang yang ingin menghindarinya bahkan inginnya jauuuuh darinya. Tapi yaaah~ mau gimana lagi? Ia-kan merupakan salah satu sahabat kita yang paling setia menemani kita higga kita mati (bahkan di dalam kematian pun ia masih bisa menemani kita!?). Tatkala masalah meruncing, kegembiraan berkurang. Tatkala hidup sedang rumit atau terjepit, keriangan hati menghilang. Kemudian, tatkala musibah menerpa, reaksi negative orang pun bermacam-macam. Yang tak sabaran kerap melampiaskan kemarahan, yang melankolis suka berendam dalam kemurungan. Saat tertimpa musibah, pikiran kita sering disibuki oleh kegiatan mengambinghitamkan keadaan, diri sendiri atau orang lain. Laju detik dan menit terasa menghimpit. Rongga dada sesak, tengkuk terasa kaku seperti kayu, tapi tenaga lekas lemas terkuras.

Musibah itu ada tiga jenis: (1) Hukuman atas dosa dan maksiat, ciri-cirinya si penerima terus mengeluh; (2) Penghapusan dosa, ciri-cirinya si penerima bersabar; (3) Pengangkatan derajat, ciri-cirinya si penerima ridha ... merasa sedang di uji dan dipilih Allah SWT
-Syekh Abdul Qadir Jailani-

          Kita semua tahu, untuk naik kelas, seorang siswa harus lulus ujian. Supaya cepat naik jabatan, seorang karyawan mesti mengantongi sederet prestasi. Begitupun sebagai hamba Allah. Agar menempati posisi istimewa di sisi-Nya, kita harus lulus dalam menjalani aneka ujian kehidupan.
          Ruang ujian Allah pada hamba-Nya terdiri atas empat perkara: (1) diri, yakni raga dan nyawa; (2) harta; (3) kehormatan; serta (4) keluarga atau orang yang dicintai. Pada keempat hal inilah Allah menurunkan rupa-rupa derita yang tak diingini manusia, seperti: sakit, sekarat, belenggu kemiskinan, kondisi keterhinaan, rasa kehilangan dll. Supaya derajat kehambaan kita meningkat, kita harus senantiasa sadar bahwa tatkala derita atau kesulitan menerpa, Allah sesungguhnya sedang menguji keimanan kita. Allah sedang menilai kualitas penghambaan Anda pada-Nya.
          Saudara-saudaraku yang baik hatinya. Pegangi dan yakini dengan sepenuh hati kaidah-kaidah berikut ini, niscaya engkau tangguh dalam melintasi kesulitan hidup:

1.   Keadaan pasti berubah, berpindah dan berganti. Allah menakdirkan berpasang-pasang hal yang saling berlawanan. Tiap pasang mempunyai batas masing-masing. Tatkala salah satu telah sampai pada batasnya, ia akan berubah menjadi kebalikannya.Kaidah pergiliran / pergantian ini menurut Ibnu Qayim berlaku pada pasangan ‘siang-malam’, ‘tanam-panen’, ‘sehat-sakit’, ‘kaya-miskin’, ‘lapang-sempit’, ‘senang-sedih’, ‘jumpa-pisah’, ‘cinta-benci’, ‘mulia-hina’, ‘menang-kalah’,’gagal-sukses’, dll.

Hikmah yang dapat kita petik dari kaidah pertama ini adalah bahwa tiada kesempitan abadi di dunia ini. Cepat atau lambat, kesempitan pasti berganti menjadi kelapangan. Kesulitan pasti berubah jadi kemudahan. Itulah kehendak Allah Sang Mahatahu. Inilah kebenaran sederhana yang mudah diterima nalar. Sungguh menyedihkan bila ada orang yang meyakini bahwa keadaan sedih, sulit, sakit, hina, kalah, atau gagal bersifat abadi di dunia ini!

2.   Semua musibah pada mulanya terasa besar, tetapi pada akhirnya pasti mengecil. Kepanikan tak mungkin berlangsung lama. Benturan dan tekanan terasa berat hanya pada awalnya saja. Segala masalah pasti mengerut, mengecil, dan akhirnya menghilang. Kita harus sabar menghadapi benturan pertama supaya beroleh pahala. Sabar pada benturan merupakan ciri khas orang mulia.

Saat tertimpa kesulitan hidup, kita tak boleh beranggapan bahwa kita akan menderita seterusnya. Musibah itu laksana tamu. Ia pasti meninggalkan kita. Cepat atau lambat, ia akan menjauh, hingga akhirnya menghilang dari keseharian kita. Musibah tak akan menghabisi kita laksana maut. Musibah diturunkan Allah untuk tujuan menyucikan , menguji, memberi pelajaran, atau menghapus dosa-dosa kita.

3.   Tanpa ada musibah, kita tidak akan tahu nilai sebuah nikmat, ketenangan, dan kesehatan. Saat tertimpa musibah, kita baru sadar betapa bernilai dan indahnya suatu nikmat.

Saat terbentur musibah, kita jadi mengingat hari-hari yang menyenangkan dan saat-saat yang menggembirakan. Kemudian, tatkala benturan musibah itu berlalu kita jadi lebih menghargai nikmat yang pernah kita terima, mensyukurinya, dan berusaha mengikatnya dengan bertekad untuk lebih taat kepada Allah SWT.

4.   Beban suatu musibah sedikit demi sedikit pasti berkurang dan lama-lama akan menghilang. Begitulah ketentuan yang digariskan Tuhan. Masalahnya, orang sering kali tak sadar bahwa musibahnya telah berlalu ... bahwa dirinya telah kembali ke kondisi normal. Sebagian orang malah berupaya menghidup-hidupkan beban musibah yang telah dilaluinya.

5.   Semua peristiwa terjadi atas pilihan Allah. Setiap kebaikan atau keburukan yang diturunkan Allah kepada seorang muslim adalah pilihan terbaik baginya. Musibah yang menimpa seorang hamba pun merupakan kebaikan baginya. Kenapa? Karena di balik setiap ujian, ada hikmah dan rahasia kebaikan. Bukan tugas kita untuk mengungkap rahasia di balik musibah yang sedang kita alami. Tugas kita hanyalah menerima musibah itu dan berserah diri kepada Allah. Lantas, agar hati kita tak gundah saat menghadapi masalah atau musibah, kita perlu memegangi prinsip berikut ini:”Apa yang dianggap baik oleh manusia belum tentu baik baginya, dan apa yang dianggap buruk oleh manusia belum tentu buruk baginya. Sungguh Allah yang lebih tahu.”

6.   Tatkala musibah telah mencapai puncaknya, saat itulah giliran kemudahan dan kelapangan tiba. Jika kesulitan telah mencapai puncaknya, jalan keluar pasti datang. Itulah aturan yang sudah Allah gariskan untuk alam. Sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan akan kembali menjadi kekurangan lalu berujung pada kepunahan.

7.   Tatkala seorang hamba merasa segala upayanya telah menemui jalan buntu, saat itulah giliran kelapangan dan kegembiraan tiba. Ketika seorang hamba sudah tidak punya harapan lagi kepada sesama manusia, harapan kepada Allah akan timbul dihatinya. Itulah fitrah manusia. Jika sudah sampai pada tahap demikian, maka yang harus dia lakukan adalah kembali kepada Allah, bersujud sepenuh hati, seraya mengakui segala kekurangan dan ketidakmampuan, lalu memanjatkan harapan dan permohonan. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba yang berharap kepada-Nya. Inilah sunah yang tak akan pernah berubah, sampai kapan pun. Hanya saja, satu hal yang perlu kita ingat, sunah ini tidak berlaku bagi hamba yang masih menyekutukan-Nya.

Sumber:
-     Suara granada, Edisi 004/II/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih sudah membaca tulisan Jay yang sederhana, dan unik ini~^^
Semoga bermanfaat yah~

Silahkan tinggalkan jejak kemuliaan kawan-kawan sekalian dengan mengisi kolom komentar ini.

Salam Inspirasi~^0^